Kamis, 28 Oktober 2010

Belajar Exposure



Apa itu Exposure? Kenapa musti belajar Exposure? Nah, berikut penjelasan singkat tentang Exposure dalam fotografi.

Exposure adalah istilah dalam fotografi yang mengacu kepada banyaknya cahaya/bayangan obyek yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar) dalam proses pengambilan foto.[1] Jadi bayangan obyek/cahaya yang tertangkap oleh kamera diatur melalui lubang diafragma, lama perekaman bayangan obyek tersebut diatur dengan kecepatan membuka/menutupnya katup rana sehingga sensor merekam dan menyimpan bayangan obyek tersebut. Jika cahaya yang masuk terlalu banyak/keras menimpa medium (film atau sensor gambar) maka mengakibatkan hasil foto kabur menjadi putih, yang sering disebut dengan istilah over exposure, begitu sebaliknya jika cahaya/bayangan yang menimpa medium terlalu sedikit/minim cahaya maka mengakibatkan gambar yang dihasilkan menjadi gelap dan istilah ini sering disebut dengan under exposure.

 
Dari pengertian diatas dapat simpulkan untuk belajar Exposure kita harus memahami 3 poin penting yang sering kita dengar dengan istilah Segitiga Eksposure, pertama, pengaturan diafragma (aperture), yang kedua pengaturan kecepatan membuka atau menutupnya katup rana (speed), yang ketiga pengaturan ISO atau ASA sebagai medium perekaman gambar.


1. Aperture/Diafragma



Aperture terletak di lensa kamera dan selalu terpisah dengan body kamera, berupa lubang/celah yang dapat diatur besar-kecilnya. Aperture berfungsi sebagai pengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke medium/sensor (untuk jenis kamera digital) atau klise (untuk jenis kamera analog).

Aperture/Diafragma memiliki bilangan dimulai dari 1, 1.2, 1.4, 1.7, 2, 2.4, 2.8, 3.3, 4, 4.8, 5.6, 6.7, ….22, dan disimbolkan dengan huruf “f”, bilangan yang digunakan adalah berbanding terbalik, maksudnya semakin besar nominal bilangan yang disimbolkan maka semakin kecil celah/lubang masuknya cahaya/bayangan benda yang masuk. Begitu pula sebaliknya, jika bilangan nominal yang disimbolkan semakin mendekati nol, maka semakin besar celah/lubang masuknya cahaya.  Berikut perbandingan f/2.8, f/4, f/5.6, f/8, f/11, f/16, dan f/22.
  Selain hal tersebut diatas, aperture sering dihubungkan dalam memperoleh ruang tajam (depth of field), semakin lebar bukaan lubang/celah maka semakin sempit ruang tajam yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya, semakin kecil lubang/celah diafragma maka semakin luas ruang tajam yang dihasilkannya.

Pengambilan foto dengan diafragma f/2.8, bagian ujung pena merupakan ruang tajam 

2. Speed Rana/Shutter Speed

Gambar Penampang Posisi Rana/Shutter Speed
 
Kedudukan rana berada tepat didepan sensor, karena rana berfungsi sebagai penghalang cahaya yang nantinya terekam kedalam sensor (digital) atau klise (analog). Nah, untuk mengatur katub rana ini dibutuhkan pemicu yaitu shutter speed. 

Speed atau kita kenal dengan kecepatan membuka atau menutupnya katub rana memiliki satuan detik atau second, dan didalam kamera SLR Professional seperti Canon EOS 1D kecepatan rana yang di tanamkan mulai dari 60 detik hingga 1/16000 detik, kamera SLR pada umumnya memiliki kecepatan Bulb, 30”, 25”, 20”, 15”, 10”, 8”, 6”, 5”, 4”, 3”, 2”, 1”, 1/2”, 1/4”, 1/5”, 1/6”, 1/8”, …1/60’, …1/125”, 1/250”, 1/1000”…1/4000”.

  S=30”, artinya dalam setiap pengambilan gambar/obyek, rana akan membuka dan merekam selama 30 detik, begitu halnya S=1/60 artinya, katub rana akan terbuka selama 1/60 detik atau belum sampai 1 detik. Jika mode Bulb diaktifkan, maka katub rana akan terbuka selama shutter speed ditekan, mode ini biasanya digunakan untuk situasi yang minim akan cahaya atau photografer menginginkan komposisi pencahayaan tertentu.

Beberapa efek yang sangat berpengaruh dari pengaturan speed, diantaranya:
a.     Long Exposure, yaitu memotret dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 30 detik, hal ini dikarenakan situasi/area obyek sangat minim akan cahaya, dan untuk mengoptimalkan hasil dari teknik ini sebaiknya menggunakan tripod (kaki tiga) sebagai penyangga/penahan goncangan mengingat waktu pengambilan gambar terlalu lama.
Pengambilan Gambar dengan teknik Long Exposure

b.    Panning, yaitu memotret dengan kecepatan antara 1/15 sampai dengan 1/30 detik dengan mengikuti arah pergerakan obyek, teknik seperti ini biasanya digunakan oleh photografer-potografer sport seperti pengambilan motoGP, sepakbola dan sebagainya.
Teknik yang digunakan dengan mengikuti arah pergerakan Obyek

c.     Slow Motion, yaitu memotret dengan menggunakan kecepatan dibawah 1/30 detik dengan memfokuskan pada obyek tertentu sebagai obyek utama (Point Of Interest). Teknik ini biasanya digunakan untuk memotret obyek-obek yang bergerak/dinamis, seperti air terjun yang terlihat lembut, air sungai/laut yang terlihat seperti kabut, dan sebagainya. Dimalam hari, kita bisa memanfaatkan teknik ini untuk merekam gemerlapnya lampu.


 
d.  Stop Action/Moment Freez, yaitu memotret dengan menggunakan kecepatan diatas 1/400 detik dengan maksud menghentikan pergerakan obyek, teknik ini digunakan oleh para fotografer untuk mengabadikan obyek yang bergerak tanpa menghilangkan background pendukung obyek utamanya. 




3. ASA/ISO

ASA/ISO adalah istilah dalam fotografi untuk mengukur tingkat kesensitivitas atau kepekaan film foto terhadap cahaya.


ASA memiliki kepanjangan American Standards Association, yang memiliki pengertian sebagai standart kepekaan medium perekam cahaya yang mulanya media ini diperkenalkan di Amerika berupa klise atau sering dikenal sebagai film negatif. Pada periode berikutnya mucul kamera jenis digital dan klise tidak dibutukkan lagi pada kamera jenis ini, melainkan menggunakan sebuah sensor, sehingga istilah ASA tidak dipergunakan, melainkan menggunakan istilah ISO (International Organization for Standardizations).

Penggunaan ASA pada kamera analog selalu tetap, artinya jika kamera tersebut setelah di set ke nilai tertentu (contoh: 200), maka pada pemotretan berikutnya tidak dapat dinaikkan (contoh: 400) atau diturunkan (menjadi 100). Hal tersebut berbeda dengan penggunaan ISO yang terdapat pada kamera digital, ISO yang digunakan dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan kebutuhan fotografer. Hal inilah yang menjadikan ISO lebih unggul.

Perhitungan ASA/ISO yaitu semakin tinggi nilai angka yang dipergunakan maka semakin terang gambar yang dihasilkan, tetapi perlu diperhatikan semakin tinggi tingkat ASA/ISO yang dipakai maka tidak menutup kemungkinan menimbulkan grain/nois (bintik-bintik putih yang mengganggu) sehingga dapat merusak gambar/foto tersebut.

Berikut tabel ISO/ASA yang umumnya dipakai/tertanam dalam kamera:

          
  





Terima kasih, semoga bermanfaat...(Rudi) 

[1] http://citrastudio.com/fotografi-eksposure.html

Sabtu, 23 Oktober 2010

Pengenalan Kamera



Dengan pesatnya kemampuan manusia dalam mengolah segala sesuatu isi alam ini bagi kesejahteraan, maka terciptalah alat pemotret yang dapat memindahkan rupa atau pemandangan ke dalam suatu gambar melalui bantuan cahaya. Pada waktu dahulu sebelum ditemukannya alat pemotret itu untuk menggambarkan figur seseorang atau gambar pemandangan hanya dapat dilakukan dengan kepandaian menggambar/melukis saja.
Pada perkembangan selanjutnya, umumnya orang mengira bahwa untuk mendapatkan hasil yang bagus kita harus mempergunakan peralatan yang bagus dan mahal, mungkin anggapan yang sedemikia itu tidak benar karena yang memegang peranan penting dalam menghasilkan foto yang baik adalah fotografer (pemotret) itu sendiri. Dalam dunia fotografi peranan pemotret adalah sebagai seorang yang melayani dan mengendalikan kamera atau disebut dengan istilah “The Man Behind The Gun” Karena itu pemotret harus mengenal dan menguasai alat-alat dan perlengkapan-perlengkapan yang dipergunakan untuk menghasilkan foto dengan komposisi gambar dan warna yang baik.
Kamera yang sering kita jumpai dipasaran hinga saat ini adalah kamera saku, kamera prosumer dan kamera Single Lens Reflex (SLR).

A.    Kamera Saku
Kamera saku atau sering disebut kamera pocket atau dalam istilah asing biasa disebut Range Finder Camera (Kamera Penemu Jarak) merupakan kamera berukuran kecil, ciri khas utama dari kamera jenis ini adalah lensanya terpasang mati (tidak dapat diganti-ganti) dan memliki jendela bidik yang terpisah dengan lensa kamera penangkap objek sehingga apa yang dilihat pada jendela bidik terkadang bukanlah seperti yang terekam pada film. Penyimpangan semacam ini biasa disebut dengan kesalahan parallax. Walaupun kamera jenis ini ada yang melengkapi dengan “parallax correction” akan tetapi pada pemotretan jarak pendek akan tetap terjadi parallax.
Dengan menggunakan kamera pocket, pemotret/fotografer tidak dapat mengatur cahaya yang masuk dalam kamera dalam membentuk gambar pada film. Sehingga pemotret tidk dapat leluasa dalam kreatifitas pengamblan gambar meskipun hingga saat ini kamera pocket sudah ada yang dilengkapi dengan lensa majemuk (vario), akan tetapi masih terdapat kelemahan  untuk pengambilan gambar pada keadaan yang berlebihan cahaya (over exposure) dan sangat kurang cahaya (under exposure).
Kamera saku terbagi menjadi dua jenis, yaitu analog dan digital jika dilihat secara teknis, kedua jenis kamera ini sama, hanya beda teknologi yang pada beberapa pion dapat memberi kemudahan bagi penggunanya (user).
Memotret menggunakan kamera analog/manual membutuhkan proses yang cukup panjang dalam mencetak dan menyimpan foto. Ketika ingin menyimpan file foto dari kamera ke dalam computer, kita harus melalui proses cetak foto lebih dulu, kemudian foto discan, setelah itu file foto bisa disimpan ke dalam komputer. Dengan system ini, pekerjaan fotografi menjadi berbelit-belit dan cukupmerepotkan.
Fotografi digital menawarkan fasilitas yang jauh lebih mudah dan lebih murah. Foto yang dihasilkan dari kamera bisa langsung ditransfer ke computer dan disimpan dalam harddisk computer. Prosesnya jauh lebih simple dibandingkan dengan menggunakan film pada kamera analog. Memang, harga beli kamera saku digital lebih mahal dibandingkan dengan kamera saku analog, tapi coba bandingkan dana yang akan dikeluarkan untu setiap pembelian film dan perlengkapan cuci-cetak. Investasi awal yang mahal akan terasa murah ketika mulai menggunakannya.






B.     Kamera Prosumer
Jika dibandingkan dengan kamera pocket, kamera prosumer memiliki banyak kelebihan, kamera jenis ini sudah memiliki kemampuan zooming, baik itu zoom optic ataupum zoom digital, karena kamera prosumer sekarang yang kita temui sebagian besar diproduksi dengan format digital.
Dimensi kamera prosumer ada yang mendekati dengan kamera saku, namun ada juga yang mendekati kamera Single Lens Reflex (SLR). Tingkat kepraktisan kamera prosumer berada diantara kamera pocket/saku dan kamera SLR. Kamera prosumer memiliki jangkauan lensa yang cukup luas, namun sayangnya dengan kamera jenis ini photographer tidak dapat leluasa untuk menganti-ganti lensa yang tertanam pada body-nya, misalnya Sony F-828 dengan focal length 28-300 mm ekuivalen 35 mm, Panasonic Lumix dengan focal length 35-420 mm ekuivalen 35 mm, Canon PowerShot S1 IS. Beberapa kamera prosumer ada juga yang dilengkapi dengan kemampuan merekam video bahkan kemampuan zooming saat merekam video. Tipe kamera ini, dipilih jika menginginkan keseriusan dalam hal fitur, jangkauan lensa, control automatis, serta kepraktisan dalam hal dimensi yang ringkas.






C.    Kamera (Single Lens Reflex) SLR
Kamera SLR memiliki kedudukan yang lebih sempurna di bandingkan dengan jenis-jenis kamera sebelumnya, kepuasan berkreatif dengan pilihan lensa yang beragam dapat diterapkan kepada kamera jenis ini. Kamera SLR memiliki pilihan menu dan mode pemotretan yang lebih luas lagi, apalagi yang tergolong jenis digital (DSLR), fotografer dapat mengatur rentang ISO dan pilihan white balance yang lebih lebar lagi. Namun perlu di ketahui bahwa kamera DSLR tidak dapat dipergunakan untuk merekam video. Degan kamera SLR, pilihan untuk variasi lensa, lampu kilat, dan aksesories lainnya jauh lebih banyak. Hanya saja kamera SLR dirasa kurang praktis dalam hal dimensi yang besar serta kebutuhan lensa dan aksesories yang banyak harus dipenuhi.
Kamera Single-Lens Reflex (SLR) atau Reflek Lensa Tunggal (RLT) dengan format film 35 mm terdapat fasilitas prisma dan cermin yang membuat jendela bidik menyatu dengan lensa, hal ini memungkinkan pemotret untuk dapat membidik gambar lewat lensa kamera. Dengan kamera SLR apa yang dilihat pemotret lewat jendela bidik akan sama hasilnya dengan yang dilihat oleh lensa kamera.




Perekaman gambar terjadi ketika tombol pembuka rana ditekan. Tombol pembuka rana/shutter release button terletak sebelah kanan pada bagian atas kamera SLR. Jika tmbol ini ditekan setengah, maka pengukur cahaya (light meter) kamera yang akan membentuk gambar pada film(analog)/sensor(digital) akan aktif. Jika tombol pembuka rana ditekan penuh maka rana akan membuka dan cahaya akan mengenai film/sensor sehingga terjadilah perekaman gambar pada film/sensor.


Bagian-bagian dari kamera digital SLR adalah sebagai berikut :